kERAJAAN SUNDA


Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang pernah ada antara tahun 932 dan 1579 Masehi di bagian Barat pulau Jawa (Provinsi Banten, Jakarta,Jawa Barat, dan sebagian Jawa Tengah sekarang). Kerjaan ini bahkan pernah menguasai wilayah bagian selatan Pulau Sumatera. Kerajaan ini bercorak Hindu dan Buddha,  kemudian sekitar abad ke-14 diketahui kerajaan ini telah beribukota di Pakuan Pajajaran serta memiliki dua kawasan pelabuhan utama di Kalapa dan Banten.
Berdiriya kerajaan Sunda
Menurut Naskah Wangsakerta dari Cirebon, sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bawahan Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi (memerintah hanya selama tiga tahun, 666-669 M), menikah dengan Déwi Ganggasari dari Indraprahasta. Dari Ganggasari, beliau memiliki dua anak, yang keduanya perempuan. Déwi Manasih, putri sulungnya, menikah dengan Tarusbawa dari Sunda, sedangkan yang kedua, Sobakancana, menikah dengan Dapuntahyang Sri Janayasa, yang selanjutnya mendirikan kerajaan Sriwijaya. Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh, Wretikandayun (612-702) memberontak. Wretikandayun menuntut kepada Tarusbawa supaya bekas kawasan Tarumanagara dipecah dua. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan Galuh. Dalam tahun 670 M Kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Sungai Citarum sebagai batas

Letak Kerajaan

Kerajaan Sunda terletak di daerah Jawa Barat sekarang. Tak dapat dipastikan dimana pusat kerajaan ini sesungguhnya. Berdasarkan sumber sejarah berupa prasasti dan naskah-naskah berbahasa Sunda Kuno dikatakan bahwa pusat kerajaan Sunda telah mengalami beberapa perpindahan. Menurut Kitab Carita Parahyangan, Ibukota kerajaan Sunda mula-mula di Galuh, kemudian menurut Prasasti Sanghyang Tapak yang ditemukan di tepi sungai Cicatih, Cibadak Sukabumi, Isi dari prasasti itu tentang pembuatan daerah terlarang di sungai itu yang ditandai dengan batu besar di bagian hulu dan hilirnya. Oleh Raja Sri Jayabhupati penguasa kerajaan Sunda. Di daerah larangan itu orang tidak boleh menangkap ikan dan hewan yang hidup di sungai itu. tujuannya mungkin untuk menjaga kelestarian lingkungan (agar ikan dan lain-lainnya tidak punah) siapa yang berani melanggar larangan itu, ia akan dikutuk oleh dewa-dewa.

Kerajaan Sunda beribu kota di Parahyangan Sunda. Sementara itu menurut prasasti Astana Gede (Kawali – Ciamis) ibu kota kerajaan Sunda berada di Pakwan Pajajaran. Mengenai perpindahan kerajaan ini tak diketahui alasannya. Akan tetapi, hal-hal yang bersifat ekonomi, keamanan, politik, atau bencana alam lazim menjadi alasan perpindahan pusat ibu kota suatu kerajaan.

Kerajaan Sunda menguasai daerah Jawa Barat untuk waktu yang lama, diantara rajanya, yang terkenal adalah Jaya Bhupati dan Sri Baduga 
Maharaja.

Jayabhupati
Sebenarnya nama Sunda pernah disebut didalam prasasti yang temukan di desa Kebon Kopi Bogor. Prasasti itu berangka tahun 854. Prasasti itu ditulis dengan bahasa Melayu Kuno, isinya tentang seorang Rakrayan Juru Pengambat yang memulihkan raja Sunda. Sumber kesusastraan yang sampai kepada kita adalah Carita Parahyangan (dari akhir abad ke-16) kitab lain yang juga menyebut kerajaan Sunda adalah Kitab “Siksa Kandang Karesia” (1518), berita Cina dari masa Dinasti Ming menyebut adanya kerajaan Sunda.

Didalam kita Carita Parahyangan disebutkan bahwa kerajaan itu memerintah seorang raja bernama Sanjaya. Tokoh itu dikenal juga dalam prasasti Canggal dari Jawa Tengah. Dalam kitab Carita Parahyangan disebutkan bahwa Raja Sanjaya menggantikan raja Sena yang berkuasa di Kerajaan Galuh. Kekuasaan raja Sena kemudian direbut oleh Rahyang Purbasora, Saudara seibu raja Sena. Sena sendiri menyingkir ke gunung Merapi bersama keluarganya. Setelah dewasa, Sanjaya berkuasa di Jawa Tengah. Ia berhasil merebut kembali kerajaan Galuh dari tangan Purbasora. Kerajaan kemudian berganti nama menjadi kerajaan Sunda.

Setelah masa pemerintahan JayaBhupati, pada tahun 1350 yang menjadi raja di kerajaan Sunda adalah Prabu Maharaja. Ia mempunyai seorang putri bernama Dyah Pitaloka.

Prabu Maharaja berperang melawan tentara Majapahit yang dipimpin Gajah Mada di daerah Bubat pada tahun 1354. dalam pertempuran itu raja Sunda bersama-sama para pengiringnya terbunuh. Kematian Raja Sunda dan pengiringnya membuat raja Majapahit yaitu Hayam Wuruk, marah besar kepada Gajah Mada, lalu Gajah Mada dipecat dari jabatannya

Sri Baduga Majaraja
Ia adalah putra dari Ningrat Kancana. Sri Baduga merupakan raja yang besar. Ia membuat sebuah telaga yang diberi nama Telaga Rena Mahawijaya. Ia memerintahkan membangun parit di sekeliling ibukota kerajaannya yang bernama Pakwan Pajajaran. Raja Sri Baduga memerintah berdasarkan kitab hukum yang berlaku saat itu sehingga kerajaan menjadi aman dan tenteram. Keterangan tentang Raja Sri Baduga dapat kita jumpai dalam prasasti Batutulis yang ditemukan di Bogor.




















Raja-raja Kerajaan Sunda
Di bawah ini deretan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sunda menurut naskah Pangéran Wangsakerta (waktu berkuasa dalam tahun Masehi):

1.       Tarusbawa (menantu Linggawarman669 - 723
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigcPDI23F30YVj361ECACYBYWSj2a7ZcBQ5yzDMw-KRgtN_Ki8S2zGtCn3vUIVk8z8wPfABJz5VJwkOneFXxceXjSvd3YUceq48EVMEy1ab3QTznQccZSCdAJ6GLGyuWWU4zXOlLBrISYx/s400/raja+sunda+tarusbawa.jpg

2.      Harisdarma, atawa Sanjaya (menantu Tarusbawa, 723 - 732)
3.      Tamperan Barmawijaya (732 - 739)
4.      Rakeyan Banga (739 - 766)
5.      Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766 - 783)
6.      Prabu Gilingwesi (menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783 - 795)
7.      Pucukbumi Darmeswara (menantu Prabu Gilingwesi, 795 - 819)
8.      Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon (819 - 891)
9.      Prabu Darmaraksa (adik ipar Rakeyan Wuwus, 891 -895)
10.  Windusakti Prabu Déwageng (895 - 913)
11.  Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi (913 -916)
12.  Rakeyan Jayagiri (menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916 - 942)
13.  Atmayadarma Hariwangsa (942 - 954)
14.  Limbur Kancana (putera Rakeyan Kamuning Gading, 954 - 964)
15.  Munding Ganawirya (964 - 973)
16.  Rakeyan Wulung Gadung (973 - 989)
17.  Brajawisésa (989 - 1012)
18.  Déwa Sanghyang (1012 - 1019)
19.  Sanghyang Ageng (1019 - 1030)
20.  Sri Jayabupati (Detya Maharaja, 1030 - 1042)
21.  Darmaraja (Sang Mokténg Winduraja, 1042 - 1065)
22.  Langlangbumi (Sang Mokténg Kerta, 1065 - 1155)
23.  Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur (1155 - 1157)
24.  Darmakusuma (Sang Mokténg Winduraja, 1157 -1175)
25.  Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu (1175 - 1297)
26.  Ragasuci (Sang Mokténg Taman, 1297 - 1303)
27.  Citraganda (Sang Mokténg Tanjung, 1303 - 1311)
28.  Prabu Linggadéwata (1311-1333)
29.  Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340)
30.  Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)
31.  Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (yang gugur dalam Perang Bubat, 1350-1357)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPSHLwgpdAkFxR2z6ewGV1HhIVqEBmuaFdQtEovxL1ld4__mS3KiS3WevcfeeSUav_c-2xvNDd6JEy1ApsStJC2eZZY6cJQG9U3i3FLkjzsF-4BXXxPYCX2PZXTSb3XXjgJezVd8o94ZB_/s400/prabu_siliwangi.jpg
32.  Prabu Bunisora (1357-1371)
33.  Prabu Niskalawastukancana (1371-1475)
34.  Prabu Susuktunggal (1475-1482)
35.  Jayadéwata (Sri Baduga Maharaja, 1482-1521)
36.  Prabu Surawisésa (1521-1535)
37.  Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543)
38.  Prabu Sakti (1543-1551)
39.  Prabu Nilakéndra (1551-1567)
40.  Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579)


Sumber Sejarah
Yang menjadi sumber sejarah kerajaan Sunda antara lain sebagai berikut :

1.                  Prasasti Rakryan Juru Pangambat, berangka tahun 854 Saka (932 M) ditemukan di Desa Kebon Kopi Bogor
2.                  Prasasti Sanghyang Tapak berangka tahun 952 Saka (1030 M) yang ditemukan di kampung Pangcalikan dan Bantar Muncang di tepi sungai Cicatih, Cibadak Sukabumi.
3.                  Prasasti Kampung Astanagede (Kawali) Ciamis
4.                  Prasasti Horren, ditemukan di Jawa Timur
5.                  Prasasti Kabantenan
6.                  Prasasti Batu Tulis Bogor
7.                  Kitab-kitab Susastra, seperti Pararaton, Kidung Sundayana dan Carita Parahyangan serta Sanghyang Siksakanda.
8.                  Berita Asing, seperti Berita Portugis dari Tome Pires (1513) dan Antonio Pigafetta (1522)

Kehidupan Politik
Menurut Tome Pires, kerajaan Sunda diperintah oleh Seorang raja. Raja tersebut berkuasa atas raja-raja di daerah yang dipimpinnya. Tahta kerajaan diberikan secara turun temurun kepada anaknya. Akan tetapi, apabila raja tidak memiliki anak maka yang menggantikannya adalah salah seorang raja daerah berdasarkan hasil pemilihannya.

Kehidupan Sosial
Didalam naskah Sanghyang Siksakandang Karesian didapat penjelasan bahwa masyarakat kerajaan Sunda umumnya adalah masyarakat Peladang. Masyarakat ini memiliki ciri menonjol seperti selalu berpindah tempat dan rasa kebersamaannya agak longgar apabila dibandingkan dengan masyarakat sawah yang menetap.

Pola berpindah tempat dalam masyarakat peladang berlangsung karena tanah garapan dipandang tidak subur lagi untuk digarap. Oleh sebab itu perlu membuka kembali hutan baru untuk berladang. Caranya dengan menebangi pohon, membiarkannya mengering dan terakhir menanami area itu dengan berbagai macam tanaman. Perpindahan tempat berladang seperti tersebut tidak menumbuhkan tradisi untuk membangun aneka bangunan permanen. Baik sebagai tempat tinggal / tempat pemujaan. Itulah sebabnya didaerah Jabar tidak ditemukan Candi yang banyak seperti di Jateng atau di Jatim.

Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang masyarakatnya hidup dari pertanian, hasil pertaniannya menjadi pokok bagi pendapat kerajaan. Aneka hasil pertanian seperti lada, asam, beras, sayur mayur dan buah-buahan banyak dihasilkan masyarakat kerajaan Sunda, selain itu, ada juga golongan peternak Sapi, kambing, biri-biri dan babi adalah hewan yang banyak diperjualbelikan di bandar-bandar pelabuhan kerajaan Sunda.
Menurut Tom Pires, kerajaan Sunda memiliki enam buah pelabuhan penting yang masing-masing di kepalai oleh seorang Syahbandar. mereka bertanggungjawab kepada raja dan bertindak atas nama raja di masing-masing pelabuhan, Banten, Pontang, Cigede, Tomgara, Kalapa dan Cimanuk adalah pelabuhan-pelabuhan yang dimiliki kerajaan Sunda.

Kehidupan Budaya
Kitab carita Parahyangan dan serta Dewabuda memberi petunjuk bahwa masyarakat kerajaan Sunda banyak mendapat pengaruh budaya Hindu dan Budha. Kedua budaya itu selanjutnya berbaur dengan unsur budaya leluhur yang telah ada sebelumnya.

Gambaran kehidupan budaya masyarakat kerajaan Sunda selanjutnya tercermin dalam cerita-cerita yang biasanya disampaikan oleh seorang ahli yang disebut Memen. Memen ini biasanya menceritakan kisah Boma, Damarjati, Sanghyang Hayu, Jaya Sena, Sedamana, Pujaya Karma, Ramayana, Adipurwa, Kora Wasurma, Bimasorga, Ranggalawe, Tantri Sumana, Kala Purbakala, dan Jarini. Selain Memen, ada pula ahli pantun yang disebut prepantun, Cerita pantunnya yang terkenal seperti Langgalarang, Banyak Catra , Haturwangi dan Siliwangi.










KESIMPULAN
Kerajaan Sunda merupakan kerajaan pecahan dari kerajaan tarumanegara. Kerajaan Sunda beribu kota di Parahyangan Sunda. Sementara itu menurut prasasti Astana Gede (Kawali – Ciamis) ibu kota kerajaan Sunda berada di Pakwan Pajajaran. Mengenai perpindahan kerajaan ini tak diketahui alasannya. Akan tetapi, hal-hal yang bersifat ekonomi, keamanan, politik, atau bencana alam lazim menjadi alasan perpindahan pusat ibu kota suatu kerajaan.
Kerajaan Sunda menguasai daerah Jawa Barat untuk waktu yang lama, diantara rajanya, yang terkenal adalah Jaya Bhupati dan Sri Baduga Maharaja.


Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar